Bolehkah Harga Tunai dan Kredit Berbeda?

20.04


“Ini kok harga cash dan kreditnya beda? Kan tidak boleh dalam Islam!”

Pernyataan seperti ini cukup sering dikemukakan para peminat Perumahan Syariah. Terutama, kala mengetahui harga kredit yang ternyata besaran totalnya ia rasa jauh berbeda dengan harga cash unit yang ia ingin beli.

Mungkin, alasan utama keberatan tersebut adalah karena adanya sebuah dalil yang mengatakan tidak boleh adanya dua harga pada satu transaksi. Jika ada kelebihan harga, maka itu termasuk riba.

“Siapa yang menjual dengan dua transaksi, maka ia diberi rugi ataukah diberi riba.” (H.R. Abu Daud dan Al-Baihaqi. Al-Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadis ini hasan)

Melihat hadis tersebut, tentunya kita sebagai seorang muslim harus mentaatinya. Karena kita haruslah mengikuti apa yang Rasulallah saw. sampaikan.

Lalu, bagaimana hukumnya apabila membeli suatu barang, misalnya unit rumah yang harga tunai dan kreditnya berbeda tadi? Apakah lantas pembeliannya menjadi haram atau tak boleh?

Hal inilah yang perlu kita kaji lebih lanjut di sini. Mengenai dalil yang disampaikan di atas, ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan.

- Apakah penawaran dua harga, yakni harga cash dan harga kredit sudah bisa disebut sebagai transaksi?
Jawab: Penawaran dua harga bukanlah disebut transaksi, karena akad belum terjadi. Dua harga tersebut merupakan penawaran pilihan harga.

 Apakah transaksi terjadi sebelum akad?
Jawab: Transaksi terjadi ketika akad sudah dilakukan. Jadi, perbedaan harga tunai dan kredit tak masalah selama belum terjadinya akad.

Jawaban ini dilandaskan beberapa alasan.
Pertama, Rasulullah saw. sendiri pernah melakukan praktik perbedaan harga kredit (pembayaran dengan tenggat waktu tertentu) pada suatu barang.

Dari ‘Abdullah bin Amr, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintah untuk menyiapkan pasukan, lantas unta berjalan di tengah-tengah. Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengambil unta yang masih muda dan masih kuat sebagai zakat. Beliau ketika itu menjadikan satu unta menjadi dua unta sebagai kompensasi tempo waktu yang ditunggu untuk unta zakat. (H.R. Abu Daud dan Ahmad. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini adalah hasan)

Dari riwayat tersebut, Nabi Muhammad saw. jelas tidak mempermasalahkan harga kredit yang lebih tinggi daripada harga cash ketika beliau mengambil unta dengan harga dua kali lipat atas kompensasi menunggu waktu zakat.

Kedua, mayoritas ulama fikih menyatakan bolehnya menjual barang dengan harga lebih tinggi daripada biasanya dengan alasan kredit atau dengan alasan penundaan pembayaran.

Diriwayatkan dari Thawus, Hakam dan Hammad, mereka mengatakan hukumnya boleh seseorang mengatakan, "Saya menjual kepada kamu segini dengan kontan, dan segini dengan kredit", lalu pembeli memilih salah satu di antaranya. Ali bin Abi Thalib ra. berkata,  "Barangsiapa memberikan tawaran dua sistem pembayaran, yakni kontan dan tertunda, maka tentukanlah salah satunya sebelum transaksi."

Ibnu Abbas ra. berkata: "Seseorang boleh menjual barangnya dengan mengatakan, 'Barang ini harga tunainya sekian dan tidak tunainya sekian', akan tetapi tidak boleh penjual dan pembeli berpisah melainkan mereka telah saling rida atas salah satu harga." (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah)

Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani berkata: Diperbolehkan bagi penjual untuk menjual barangnya dengan dua pembayaran yang berbeda, yaitu kontan atau kredit. Jika seseorang berkata pada temannya, "Saya menjual barang ini 50 secara kontan, 60 secara kredit."

Lalu temannya itu berkata, "Saya beli secara kredit 60." Atau dia berkata, "Saya beli dengan kontan 50.", maka sahlah jual beli itu. Begitu pula jika dia berkata, "Saya jual barang ini 60 secara kredit, selisih 10 dari harga aslinya jika secara kontan, karena pembayarannya di belakang", dan pembeli mengatakan setuju, maka sahlah jual beli itu. (Syakhsiyah Islamiyah juz II)

Syaikh Abdul Azis bin Baz berkata : "Jual beli kredit hukumnya boleh, dengan syarat bahwa lamanya masa angsuran serta jumlah angsuran diketahui dengan jelas saat akad, sekalipun jual-beli kredit biasanya lebih mahal daripada jual-beli tunai." (Majmu' Fatawa Ibnu Baz)

Ketiga, hadis pelarangan dua harga dalam satu transaksi tidak menjadi alasan haramnya perbedaan harga tunai dan kredit.

Syaikh Abu Malik berkata, “Taruhlah hadits tersebut sahih, bukanlah yang dimaksud diharamkannya jual beli jika dibeli tertunda biayanya lebih tinggi dari beli tunai. Yang tepat, yang dimaksud hadits tersebut adalah jika ada dua orang yang bertransaksi berpisah lantas tidak menetapkan antara dua harga yang diberi pilihan. Jadi menetapkan beda harga antara dua transaksi tersebut bukanlah transaksi riba.” (Shahih Fiqh Sunnah, 4: 354)

Ibnul Qayyim juga memberikan jawaban, “Larangan hadits bukanlah larangan jika dibeli tunai lebih murah, yaitu 50 dan jika dibeli dengan pembiayaan tertunda lebih mahal yaitu 100. Itu tidak termasuk qimar (judi), tidak termasuk jahalah (jual beli yang tidak jelas), tidak termasuk gharar (yang ujung akhirnya tidak jelas) dan tidak termasuk jual beli rusak lainnya. Penjual memberikan pilihan pada pembeli kala itu untuk memilih di antara dua transaksi yang ada (yaitu ingin tunai ataukah kredit, -pen).” (I’lamul Muwaqi’in, 2: 149-150)


KESIMPULAN:
Menawarkan barang dengan dua harga atau bahkan banyak harga diperbolehkan dalam Islam. Tentunya dengan syarat, ketika kesepakatan (deal) akad jual beli terjadi, wajiblah ditetapkan hanya satu harga.

Harus ada akad yang jelas, di mana harga yang dicantumkan itu adalah total pembayaran yang menjadi kewajiban bagi pembeli.  Misalnya, harga unit rumah secara cash adalah 300 juta dan harga secara kredit 10 tahunnya adalah 500 juta. Selama ketika akad disepakati mengambil salah satu skema, maka insya Allah boleh.

“Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka (saling ridha) di antara kalian”. (Q.S. An-Nisa’: 29)

Wallahu a'lam.

Sumber:
Artikel di rumayso.com ditambah beberapa referensi lainnya.

Tambahan:
- Suku bunga fluktuatif, denda keterlambatan, dan pinalti yang berlaku pada KPR Konvensional tidak diperbolehkan atau haram. Karena membuat harga rumah menjadi bertambah dan ini termasuk ke dalam riba.
- Harga kredit yang berbeda pada KPR Syariah Tanpa Bank tentunya sudah diperhitungkan marginnya. Salah satu pertimbangannya adalah harga properti yang setiap tahunnya selalu mempunya kecenderungan naik.



Salam Hangat,
Manajemen Permata Alam Hijau

You Might Also Like

0 komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Ayat Pilihan

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan." (Q.S. Ali-Imran [3]: 130)